
Bank Indonesia (BI) memproyeksikan bahwa pada tahun 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melampaui titik tengah dari kisaran 4,6% hingga 5,4%.
Perry Warjiyo, Gubernur BI, mengungkapkan dalam konferensi pers tentang hasil diskusi dan pertimbangan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG-BI) yang berlangsung selama dua hari pada 16-17 September 2025.
Secara keseluruhan, Perry menegaskan bahwa diperlukan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional agar sejalan dengan potensi ekonomi. Hal ini penting mengingat ketidakpastian global yang masih tinggi akibat dampak dari kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat.
Implementasi pajak resiprokal tidak hanya memperlambat tren pertumbuhan ekonomi tetapi juga meningkatkan volatilitas pasar keuangan global, yang berdampak pada Indonesia.
Menurut Perry, aliran modal ke emas meningkat sementara aliran menuju pasar negara berkembang sedikit tertahan akibat ketidakpastian global yang tinggi. “Ke depan volatilitas pasar keuangan global masih berlanjut, sehingga perlu diantisipasi seluruh stakeholder untuk menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri,”
kata Perry di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Pada triwulan ketiga tahun 2025, daya beli masih mengalami tekanan, terutama pada kelompok menengah ke bawah. Selain itu, ketersediaan pekerjaan dan realisasi investasi masih terbatas.
Di sektor ekspor, produk manufaktur diperkirakan masih meningkat, bersama dengan ekspor komoditas pertanian seperti minyak sawit mentah (CPO) ke India dan penurunan bea impor. “Sementara dari sisi investasi masih perlu didorong untuk menopang pertumbuhan ekoonomi, khususnya untuk KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) di daerah-daerah,”
ungkap Perry Warjiyo.
Menguatkan Kerjasama
Perry juga menyatakan bahwa BI akan terus menguatkan kerjasama dengan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan moneter yang sejalan dengan kebijakan fiskal.
Belanja pemerintah akan meningkat di semester kedua 2025, mengikuti implementasi proyek prioritas pemerintah terkait program ketahanan pangan, energi, pertahanan dan keamanan, serta paket kebijakan ekonomi tahun 2025 yang baru diumumkan.
BI akan memperkuat bauran kebijakan ekonomi moneter melalui pelonggaran likuiditas, penurunan suku bunga, peningkatan insentif makro, serta percepatan digitalisasi. “Dengan penguatan sinergi berbagai kebijakan tersebut, pertumbuhan ekonomi di semester II 2025 diperkirakan membaik, sehingga secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi 2025 akan berada di atas titik tengah kisaran 4,6% sampai dengan 5,4%,”
ungkap Perry.
Neraca pembayaran Indonesia tetap terjaga dengan baik dan mendukung ketahanan eksternal ekonomi. Pada Juli 2025, neraca perdagangan mencatat surplus sebesar US$4,2 miliar, didukung oleh ekspor komoditas pertanian dan produk manufaktur yang membantu menurunkan defisit transaksi berjalan.
Transaksi modal dan finansial tetap terkendali didukung oleh investasi langsung dan berlanjutnya surplus investasi portofolio.
Pada triwulan ketiga 2025, aliran investasi portofolio ke Surat Berharga Negara (SBN) mencatat net inflow sebesar US$432 juta, melanjutkan pola net inflow pada triwulan kedua sebesar US$1,6 miliar.
Cadangan devisa pada akhir Agustus 2025 tercatat sebesar US$159,7 miliar, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh melampaui standar kecukupan internasional sebesar 3 bulan impor. “BI memperkirakan neraca pembayaran Indoensia di Tahun 2025 tetap baik ditopang defisit transaksi berjalan yang rendah dalam kisaran 0,5% sampai 1,3% dari PDB, serta surplus transaksi modal dan financial di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi,”
tutur Perry.
—