
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) telah membenarkan bahwa seorang Warga Negara Indonesia (WNI) termasuk di antara orang-orang yang ditangkap oleh dinas imigrasi Amerika Serikat (ICE) di pabrik kendaraan listrik Hyundai yang berlokasi di Georgia, Kamis (4/9/2025). Penangkapan ini terjadi di tengah operasi besar yang menargetkan pabrik tersebut.
Menurut Direktur Pelindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, WNI yang berinisial CHT tengah berada di sana untuk urusan bisnis dengan perusahaan Hyundai. CHT diketahui memiliki semua dokumen yang diperlukan untuk kunjungannya ke AS. “CHT memiliki rencana business trip selama 1 bulan di AS dan dilengkapi dokumen paspor, visa, dan undangan dari perusahaan,”
ungkap Judha saat ditanya oleh wartawan pada Minggu (7/9/2025).
Menanggapi insiden tersebut, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Houston telah melakukan kontak dengan pusat pemrosesan ICE di Folkston, Georgia, tempat CHT ditahan. Namun hingga kini, ICE belum memberikan perincian lebih lanjut terkait situasi CHT setelah penangkapan. KJRI juga berkomunikasi dengan kolega kerja serta pihak Hyundai Metaplant “KJRI akan memberikan pendampingan kekonsuleran untuk CHT,”
jelas Judha.
Penangkapan di pabrik Hyundai ini melibatkan 475 orang, kebanyakan adalah warga negara Korea Selatan, yang dilakukan oleh otoritas imigrasi AS pada Jumat (5/9/2025). Menurut Steven Schrank, agen khusus yang memimpin Investigasi Keamanan Dalam Negeri (HSI) untuk Georgia, razia ini sudah direncanakan setelah penyelidikan panjang terhadap Hyundai Metaplant di Ellabell, Georgia.
Operasi tersebut melibatkan sejumlah lembaga penegakan hukum termasuk HSI, FBI, Bea Cukai dan Patroli Perbatasan, ATF, DEA, dan US Marshals. Menanggapi insiden ini, Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Cho Hyun, menyatakan pada Sabtu (6/9/2025) bahwa ia siap berangkat ke Washington, AS, untuk menangani penahanan ratusan warga Korea di pabrik Hyundai. “Kami sangat prihatin dan merasa sangat bertanggung jawab terhadap penangkapan warga negara kami… Kami akan segera membahas pengiriman seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri ke lokasi tersebut,”
ujarnya.
—