Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, dengan menegaskan bahwa penanganan tambang ilegal di sekitar Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB), tidak dapat dilakukan sendiri oleh KPK. Tindakan ini memerlukan kerja sama dengan pihak-pihak terkait lainnya.
“Tentu, langkah tindak lanjut ini juga tidak bisa dilakukan sendiri oleh KPK karena ini banyak stakeholder (pemangku kepentingan) terkait lainnya,”
ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dikutip dari Antara, Senin (27/10/2025).
Menurut Budi, KPK melihat bahwa persoalan tambang ilegal merupakan tanggung jawab bersama yang harus diselesaikan secara kolaboratif. Temuan mengenai tambang ilegal di Mandalika sebenarnya lebih terkait dengan fungsi koordinasi dan supervisi KPK, bukan sebagai upaya penindakan langsung.
“Artinya, ini menjadi concern (perhatian, red.) bersama untuk bagaimana kita mengidentifikasi permasalahan yang masih muncul di sektor pertambangan ini, yang kemudian PR ini kita garap dan kerjakan bersama-sama supaya tata kelola pertambangan bisa terus kita perbaiki, sehingga dalam proses-proses dari hulu sampai ke hilir ini betul-betul melaksanakan proses-proses bisnis yang berintegritas,”
ujarnya.
Pada kesempatan sebelumnya, Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi KPK Wilayah V, Dian Patria, mengungkapkan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/10/2025), tentang adanya tambang ilegal di dekat Mandalika. KPK mendorong agar pemerintah yang memiliki wewenang dapat segera mengambil langkah tegas.
“Kalau dia tidak tegakkan, ya kami tegakkan. Bisa jadi dia bagian dari masalah. Sengaja. Itu yang selama ini banyak terjadi,”
katanya.
Menteri ESDM Bahlil, pada Jumat (24/10/2025), menyerahkan temuan tambang ilegal tersebut kepada aparat penegak hukum untuk diproses secara hukum.
“Kementerian ESDM itu mengelola tambang yang ada izinnya. Kalau enggak ada izinnya, maka proses hukum saja,”
kata Bahlil.
—








