
Kementerian Luar Negeri Indonesia mengumumkan adanya kesepahaman antara Indonesia dan Malaysia untuk menyelesaikan sengketa perbatasan maritim di Blok Ambalat, Laut Sulawesi, dengan cara damai, meski diperkirakan akan memakan waktu yang cukup lama.
Sampai saat ini, belum ada penyelesaian sengketa Ambalat di Mahkamah Internasional maupun Arbitrase Internasional. Indonesia tetap berpegang pada prinsip penolakan terhadap intervensi sepihak dan menekankan pentingnya negosiasi bilateral yang adil dan bermartabat.
“Sebagai negara anggota ASEAN, Indonesia dan Malaysia berkomitmen untuk menyelesaikan perbedaan secara damai sesuai prinsip ASEAN,” ujar Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI, Abdul Kadir Jailani, di Jakarta, Jumat (8/8/2025).
Menurutnya, perundingan perbatasan ini cukup rumit secara teknis dan oleh karena itu membutuhkan waktu. Hal ini terlihat dari 43 putaran perundingan yang telah dilakukan Indonesia dan Malaysia sejak tahun 2005.
Abdul Kadir yakin bahwa kedua negara memiliki komitmen dan etika yang kuat untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik. Proses negosiasi akan mengacu pada kepentingan nasional dan hukum internasional, termasuk UNCLOS.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan komitmen Indonesia untuk menyelesaikan sengketa Ambalat dengan cara damai.
“Kita cari solusi yang baik dan damai dengan itikad baik dari kedua belah pihak. Fokus utama kita adalah penyelesaian yang baik,” ujar Prabowo di Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 di ITB, Jawa Barat, Kamis (7/8/2025).
Sengketa Ambalat kembali menjadi sorotan setelah Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan menyebutkan belum tercapainya kesepakatan terkait batas maritim Laut Sulawesi.
Dalam sidang Dewan Rakyat Malaysia di Kuala Lumpur, Selasa (5/8/2025), ia mengatakan bahwa perbatasan maritim yang belum disepakati ada di “Laut Sulawesi,” berbeda dengan istilah “Ambalat” yang digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Ia menegaskan pentingnya penggunaan terminologi geografis yang benar untuk mencerminkan kedaulatan dan hak hukum Malaysia atas wilayah tersebut. (Ant/N-7)
—